ARTICLE
Teori Kebebasan Isaiah Berlin
By Pancasila by Character Building Development Center (CBDC) • February 2, 2021
Share to your friends:
View Original ArticleOleh: Iqbal Hasanuddin
Isaiah Berlin (1909-1997) adalah seorang filsuf politik yang banyak berbicara tentang teori kebebasan. Dalam hal ini, Berlin membedakan dua konsep kebebasan, yaitu: kebebasan positif (bebas untuk) dan kebebasan negatif (bebas dari). Bagi Berlin, kebebasan yang diperjuangkan dalam rumusan filsafat politikya adalah kebebasan negatif, bukan kebebasan positif.
Menurut Berlin, konsep kebebasan positif (bebas untuk) adalah pandangan yang menyatakan bahwa manusia pada dasarnya bisa dan harus mengaktualisasikan potensi-potensi yang ada pada dirinya. Untuk itu, manusia bisa memilih tujuan yang ingin dicapai di dalam hidupnya, serta memperoleh sarana-sarana yang dapat mendukung bagi tercapainya tujuan hidup tersebut.
Sementara itu, menurut Berlin, konsep kebebasan negatif (bebas dari) adalah pandangan yang mendukung agar manusia tidak boleh dipaksa untuk melakukan sesuatu apapun. Di sini, kata “negatif” memiliki konotasi logika (tidak/bukan), bukan konotasi moral (baik atau buruk). Artinya, “kebebasan negatif” adalah konsep kebebasan yang menekankan pentingnya untuk “tidak dipaksa.”
Berlin mendorong kita untuk mewaspadai konsep kebebasan positif (bebas untuk). Sebab, dalam konsep kebebasan positif ini, fokus utamanya adalah bagaimana saya dapat mewujudkan apa yang saya harapkan. Di dalamnya, terdapat kemungkinan bagi saya untuk menjadikan orang lain seperti sarana atau alat untuk mencapai tujuan saya itu. Dalam konsep kebebasan positif ini, tidak ada jaminan bahwa orang lain akan terbebas dari paksaan.
Sebaliknya, Berlin menegaskan pentingnya dukungan bagi konsep kebebasan negatif (bebas dari paksaan). Dalam konsep ini, terdapat jaminan bahwa tidak akan ada satu orang pun yang akan dipaksa untuk melakukan sesuatu demi melayani tujuan dan kepentingan orang lain. Istilah lain untuk menyebut kebebasan negatif ini adalah otonomi. Dalam hal ini, Berlin mendukung otonomi manusia, serta menolak heteronomi (dalam bentuk paksaan dari luar untuk melakukan sesuatu).
Kewaspadaan Berlin terhadap konsep kebebasan positif berbanding lurus dengan sikap kritisnya terhadap model berpikir a la rasionalisme Pencerahan. Bagi Berlin, ada keangkuhan dalam rasionalisme Pencerahan di mana sang subyek Pencerahan dianggap bisa memahami kenyataan secara rasional dan menata dunia menurut standar rasionalitas tertentu. Pada gilirannya, ini berpotensi untuk mengerus keragaman cara pandang orang lain di mana keragaman ini sebetulnya tidak bisa diluluhkan dengan satu standar rasionalitas tertentu atau milik seseorang.
Share to your friends:
View Original ArticleMore Articles
ARTICLE Pancasila by Character Building Development Center (CBDC) • February 3, 2021
NILAI-NILAI PANCASILA SEBAGAI DASAR PERKEMBANGAN IPTEK
ARTICLE Pancasila by Character Building Development Center (CBDC) • February 27, 2023
Lecturer Note Character Building Kewarganegaraan
ARTICLE Pancasila by Character Building Development Center (CBDC) • February 2, 2021
WALZER, PLURALISME DAN KEADILAN
ARTICLE Pancasila by Character Building Development Center (CBDC) • February 2, 2021
MACINTYRE DAN ETIKA KEUTAMAAN
ARTICLE Pancasila by Character Building Development Center (CBDC) • February 16, 2022
Naskah Kajian Pengembangan Profil Pelajar Pancasila 2020
ARTICLE Himpunan Mahasiswa Management (HIMME) • December 7, 2023
PKPM XXIII: HIMMETALES, WELCOMING PARTY BINUS BUSINESS SCHOOL 2027
ARTICLE School of Information Systems (SIS) • December 8, 2023
Penerapan Teknologi di Society 5.0
VIDEO Digital Content BINUS • October 11, 2022
09. Pentingnya Komunikasi dalam Bermain Badminton
NEWS TFI Student Committee (TFISC) • October 19, 2022
PKM BEKASI 2022: “What We Save, Save Us”
ARTICLE School of Computer Science (SOCS) • October 7, 2022